Langit dini hari selalu
memikatnya. Bahkan waktu sejak ia masih kanak-kanak. Bintang yang berkilauan di
matanya tampak seumpama mata ribuan malaikat yang mengintip penduduk bumi.
Bulan terasa begitu anggun menciptakan kedamaian di dalam hati. Ia tak bisa
melewatkan pesona ayat-ayat cinta yang maha indah itu begitu saja.
Pagi itu Aku dikejutkan oleh suara
yang membangunkanku dari tidur. Aku diajak menikmati keindahan surgawi.
Keindahan pesona langit, bintang-gemintang dan bulan yang sedemikian fitri.
"Di atas sana ada jutaan malaikat yang sedang bertasbih." Jutaan
malaikat itu mendo'akan penduduk bumi yang tidak lalai." "Penduduk
bumi yang mau tahajjud saat jutaan manusia terlelap lalai."
Aku lalu dibawa ke masjid dan
diajak untuk akrab dengan dinginnya mata air desa Joresan. Setelah berwudhu
dilanjutkan dengan sholat. Setelah sholat sebelas rakaat kita pun berdo'a agar
diaamiini oleh jutaan malaikat.
Dan tatkalah fajar merekah
kemerahan di sebelah timur, kita pun bertasbih dan menikmati keindahan yang
menggetarkan itu.
Adzan shubuh pun berkumandang.
Adzan shubuh selalu menggetarkan kalbu. Alam seperti bersahut-sahutan.
Mengagungkan asma Allah. Fajar yang merekah selalu mengalirkan ke dalam hatiku.
Rasa takjub yang luar biasa kepada Dzat yang menciptakannya. Setiap kali fajar
itu merekah ku rasakan nuansanya tak pernah sama. Setiap kali merekah selalu
ada sempurat yang baru. Ada keindahan baru. Keindahan yang berbeda dari fajar
hari-hari yang telah lalu. Rasanya tak ada sastrawan yang mampu mendetilkan
keindahan panorama itu dengan bahasa pena. Tak ada pelukis yang mampu
melukiskan keindahan itu dalam kanvasnya. Tak ada!!! Keindahan itu bisa
dirasakan, dinikmati dan dihayati dengan sempurna oleh saraf-saraf jiwa orang-orang
yang tidak lalai akan keagungan Tuhannya.
Langit dini hari selalu memikatku.
Adzan shubuh selalu menggetarkan kalbuku. Dan fajar yang merekah selalu
mengalirkan ke dalam hatiku. Rasanya takjub luar biasa kepada Dzat yang
menciptakannya.
Ku berdiri dari sujudku dan
memandangi langit. Menikmati fajar dan menghayati tasbih alam desa Joresan.
Dengan dibalut mukena putih, ku menikmati keindahan desa Joresan. Ku hirup
dalam-dalam aromanya yang khas. Aroma yang berbeda dengan aroma yang pernah dan
selalu ku rasakan di desa asalku. Sangat jauh berbeda aroma daun padi dari
persawahan di timur desa Joesan yang menyapa rerumputan yang bergoyang-goyang
seolah bersembahyang.
Di kejauhan beberapa penduduk desa
sudah ada yang bergerak. Ada rombongan ibu-ibu yang menganyun sepeda membawa
dagangan di boncengan. Mereka menuju pasar menjajakan dagangan mereka.
Tatapan mataku tertuju pada
santriwati yang berbalut mukena putih. Mereka seumpama bidadari-bidadari yang
turun ke bumi bersama para malaikat pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar