Selasa, 30 Juni 2015

Tabir Rasa


Tak akan kupertanyakan kenapa berakhir
Seperti tak pernah kau tahu kapan bermula
Lalu mengurai kasih laksana air mengalir
Mewujudkan keinginan yang menyeruak pikiran
Sisakan seberkas nafas yang menikam 
seumpama sembilu
Menapak laku cerita lalu
Melintas bayangan berbingkai kenangan
Terangkai kata terjalin rasa yang kini perlahan sirna
Tanpa emosi tak berekspresi
Hanya bermain di padang imajinasi
Menjadi bait-bait dari puisi tak berdiksi
Berlalulah bayang-bayang kelam
Biarkan aku melenggang tanpa beban
Melangkah pasti menata hati
Inilah jalanku


















Kurindu Dia Tuhan (IBU)


.Tuhan...
Di titik-titik gerimis yang kau cipta.
Aku menitip sepenggal puisi.
Yang ku untai di kala senja.
Untuk dia nun jauh di sana.
Aku merindunya Tuhan.
Seperti aku merindukan gema azan.
Yang memanggilku kepada-Mu.

Tuhan...
Hanya kepada-Mu aku mengadu.
Memintakan turut campur tangan-Mu.
Jangan biarkan ia berlalu.
Dan tenggelam di lautan waktu.
Aku merindunya Tuhan..
Seperti aku merindukan kedamaian.
Ketika aku berbincang kepada-Mu.

Tuhan...
Di rinai gerimis yang kau rangkai.
Aku menitip seuntai puisi.
Tentang ungkapan rasa di hati ini.



















Senandung Senja


.
Kala senja hadir disini
Selalu saja jemariku ingin menari.
Menggoreskan pena.
Menulis tentang apa yang kurasa.
Kubiarkan imajiku bermain.
Melukis wajahmu.
Dalam kanvas ingatanku.
Namun ku tak tau 
Harus dari mana ku menguntai kata.
Menciptakan puisi indah tentang rindu.
Puja...
Kau inspirasiku.
Ijinkan aku tuk merangkainya.
Satu kata yang menggetarkan kalbu.
Yaitu namamu....ya namamu.
Meski kau jauh dari pandangan mata.
Tak pernah aku merasa sendiri.
Selalu ada senyummu yang menemani.
Ada kelembutan kasih sayangmu.
yang membelaiku
Ku rasakan sentuhan itu.
Lewat semilir lembut sang bayu .
Senandung senja ini begitu syahdu.
Mengingatkan ku padamu.
Menggodaiku.
Untuk selalu berjumpa denganmu.


.


















Dalam Alunan Pena


.


Di sebuah purnama.
Di hening langit Batavia.
Di saat malam mendekap dingin.
Di kala rindu padamu semakin ingin.

Aku mendengar sayup suara.
Anak-anak kesunyian yang datang dari khasanah senja.
Yang bercerita pada daun-daun,
Tentang embun yang luruh di pucuk cemara.
Tentang ombak yang menghantar biduk ketepian dermaga.
Tentang hujan yang bersimbah pada hijau rerumputan.
Yang lalu membawaku sejenak.
Akan kenang pada sebuah nama.

Ahh, rindu itu menggelitik linu di dada.
Aku masih di sini adinda...
Menguntai rasa.dalam tarian pena.












Selasa, 30 Juni 2015

Tabir Rasa


Tak akan kupertanyakan kenapa berakhir
Seperti tak pernah kau tahu kapan bermula
Lalu mengurai kasih laksana air mengalir
Mewujudkan keinginan yang menyeruak pikiran
Sisakan seberkas nafas yang menikam 
seumpama sembilu
Menapak laku cerita lalu
Melintas bayangan berbingkai kenangan
Terangkai kata terjalin rasa yang kini perlahan sirna
Tanpa emosi tak berekspresi
Hanya bermain di padang imajinasi
Menjadi bait-bait dari puisi tak berdiksi
Berlalulah bayang-bayang kelam
Biarkan aku melenggang tanpa beban
Melangkah pasti menata hati
Inilah jalanku


















Kurindu Dia Tuhan (IBU)


.Tuhan...
Di titik-titik gerimis yang kau cipta.
Aku menitip sepenggal puisi.
Yang ku untai di kala senja.
Untuk dia nun jauh di sana.
Aku merindunya Tuhan.
Seperti aku merindukan gema azan.
Yang memanggilku kepada-Mu.

Tuhan...
Hanya kepada-Mu aku mengadu.
Memintakan turut campur tangan-Mu.
Jangan biarkan ia berlalu.
Dan tenggelam di lautan waktu.
Aku merindunya Tuhan..
Seperti aku merindukan kedamaian.
Ketika aku berbincang kepada-Mu.

Tuhan...
Di rinai gerimis yang kau rangkai.
Aku menitip seuntai puisi.
Tentang ungkapan rasa di hati ini.



















Senandung Senja


.
Kala senja hadir disini
Selalu saja jemariku ingin menari.
Menggoreskan pena.
Menulis tentang apa yang kurasa.
Kubiarkan imajiku bermain.
Melukis wajahmu.
Dalam kanvas ingatanku.
Namun ku tak tau 
Harus dari mana ku menguntai kata.
Menciptakan puisi indah tentang rindu.
Puja...
Kau inspirasiku.
Ijinkan aku tuk merangkainya.
Satu kata yang menggetarkan kalbu.
Yaitu namamu....ya namamu.
Meski kau jauh dari pandangan mata.
Tak pernah aku merasa sendiri.
Selalu ada senyummu yang menemani.
Ada kelembutan kasih sayangmu.
yang membelaiku
Ku rasakan sentuhan itu.
Lewat semilir lembut sang bayu .
Senandung senja ini begitu syahdu.
Mengingatkan ku padamu.
Menggodaiku.
Untuk selalu berjumpa denganmu.


.


















Dalam Alunan Pena


.


Di sebuah purnama.
Di hening langit Batavia.
Di saat malam mendekap dingin.
Di kala rindu padamu semakin ingin.

Aku mendengar sayup suara.
Anak-anak kesunyian yang datang dari khasanah senja.
Yang bercerita pada daun-daun,
Tentang embun yang luruh di pucuk cemara.
Tentang ombak yang menghantar biduk ketepian dermaga.
Tentang hujan yang bersimbah pada hijau rerumputan.
Yang lalu membawaku sejenak.
Akan kenang pada sebuah nama.

Ahh, rindu itu menggelitik linu di dada.
Aku masih di sini adinda...
Menguntai rasa.dalam tarian pena.